going forward, myfuture is myself and your future is yourself,

Minggu, 21 Februari 2010

Cinta Perkawinan

Di kota kecil Siroki Brijeg daerah Herzegovina, kurang lebih 20 mil dari Medjugorje, dikisahkan bahwa dalam catatan paroki sekitar 13 ribu umat tidak ada perceraian. Sepanjang ingatan orang, di sana tidak ada keluarga yg berantakan. Apakah orang-orang di sini mendapat siraman rahmat istimewa atau previlese khusus dari surga untuk mengalami perkawinan yg kokoh kuat seperti ini? Padahal orang-orang ini selama berabad-abad menderita penindasan dan penganiayaan karena iman yang teguh ada Tuhan Yesus Kristus yang wafat dan bangkit untuk menyelamatkan umat manusia. Dari pengalaman mereka sangat yakin bahwa sumber keselamatan satu-satunya datang dari Salib Kristus.

Orang-orang Kroasia mempunyai suatu tradisi perkawinan yang indah, yang menjadi inspirasi bagi peziarah dari manca negara. Bila pasangan muda-mudi akan menikah, orang2 tidak akan menyatakan bahwa mereka telah menemukan pasangan ideal yang mereka impikan, melainkan imam akan mengatakan kepada mereka: "Kamu telah menemukan salibmu! Istri adalah salib untuk suami dan suami adalah salib untuk istri. Dan sebuah salib harus dicintai dan untuk dipanggul. Sebuah salib tidak untuk dibuang melainkan untuk disandang (panggul) dan disayangi."

Selanjutnya pada waktu pemberkatan pernikahan, pengantin wanita meletakkan tangan kanannya di atas salib dan mempelai pria menumpangkan tangannya di atasnya, dengan demikian kedua tangan mereka terikat bersama-sama satu di atas yang lain di atas salib Kristus. Kemudian imam menumpangkan stola ke atas tangan-tangan mereka. Pasangan itu lalu mengucapkan janji setianya, berdasarkan rumusan Liturgis Gereja. Setelah janji setia diucapkan keduanya tidak saling berciuman melainkan mencium salib! Mereka sadar bahwa yang mereka cium itu adalah sumber kasih! Pasangan itu dan semua orang yang menyaksikan peristiwa itu tahu bahwa bila sang suami melepaskan istrinya, berarti ia melepaskan salib demikian juga jika sang istri melepaskan suaminya maka ia pun melepaskan salib! Dengan begitu mereka kehilangan segala-galanya karena mereka melepaskan Kristus. Buah dari cinta kasih mereka, adalah buah dari salib mereka yaitu anak. Berbicara mengenai kesatuan keluarga berarti berbicara mengenai kesatuan suami-istri-anak. Perekatnya adalah salib.

Hampir setiap hari di seluruh dunia, media massa tidak pernah sepi menyajikan berita menyedihkan mengenai perceraian, kekerasan dalam keluarga, aborsi, penjualan anak, dan lain-lain. Dalam situasi seperti ini yang paling menderita akibatnya adalah anak-anak, makhluk yang tidak berdaya. Kisah hidup keluarga seperti itu di kota kecil Siroki Brijeg, Herzegovina di atas hendaknya membawa kesejukan dan inspirasi di tengah gemuruh badai berita mengenai perpecahan dan kehancuran ikatan keluarga / rumah tangga.


Oleh P. Moses Beding, CssR
(diambil dari Ave Maria Mei 2005)

Minggu, 07 Februari 2010

Agen rahasia yang paling ditakuti didunia, Mossad

Mossad selama ini telah bersembunyi dibalik bayang-bayang kehebatan Israel. Sepak terjang mereka hanya sedikit diketahui dibandingkan isu-isu mengenai sepak terjang CIA. Hanya segelintir orang yang tahu bahwa untuk membandingkan Mossad dan CIA (Amerika), KGB (Rusia), dan MI6 (Inggris) adalah hal yang bodoh. Mossad sama sekali bukan tandingan mereka. Itulah alasan saya ingin mengangkat mereka dalam artikel saya.
Dalam lambang mereka yang tertulis "Ha-Mossad le-Modiin ule-Tafkidim Meyuhadim" (Ibrani: "המוסד למודיעין ולתפקידים מיוחדים", saya salut bagi anda yang bisa membacanya.) yang berarti "Institut Intelijen dan Operasi Khusus".
Mossad dibentuk oleh Perdana Menteri Israel David ben Gurion pada tanggal 1 April 1951. Pada awal pembentukannya Gurion mengatakan bahwa tujuan Mossad adalah, "Untuk negara kita yang sejak berdirinya telah berada di bawah ancaman musuh-musuhnya. Konstitusi intelijen ialah garis terdepan pertahanan...Kita harus belajar dengan cara yang baik untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di sekeliling kita."
Mossad sendiri mempunyai bermarkas pusat di Tel Aviv. Pada 1980-an, personilnya diperkirakan sudah berjumlah berjumlah 1500-2000 orang. Hingga tahun 1996, sirektur Mossad selalu dirahasiakan hingga akhirnya pemerintah Israel mengumumkan pada publik MayJen Danny Yatom sebagai direktur menggantikan Shabtai Shavit yang dipecat awal 1996.
Operasi Mereka
Entah mengapa hingga saat ini sangat sulit ditemukan buku-buku mengenai mereka. Saya pernah berburu informasi mengenai mereka di salah satu toko buku di daerah saya, tidak banyak yang dapat ditemukan dibandingkan dengan berburu informasi mengenai CIA. Satu-satunya cara untuk mempermudah pencarian tentang mereka adalah mengganti keyword pencarian dengan "agen Israel".Salah satu buku yang pernah saya baca menceritakan tentang kesaksian mantan anggota Mossad. Dari buku itu telah saya pelajari, bahwa para agen Mossad yang diperintahkan untuk melakukan eksekusi, tidak pernah mendapat tugas kedua. dalam buku itu dikisahkan bahwa dalam masa pemerintahan perdana menteri Ariel Sharon, Israel telah memanggil para eks-militernya yang dianggap kebal, keras kepala, dan yang paling obsesi. Mereka yang berjumlah 4 orang kemudian dibawa ke rumah sang perdana menteri pada tengah malam. Disana telah menunggu sang perdana menteri juga salah satu anggota parlemen, disinilah mereka akan dimunculkan rasa nasionalisme mereka. Sang Perdana Menteri akan menangis di depan mereka hingga membuat mereka tergugah untuk membela bangsanya. Begitu mereka selesai 'dicerahkan', selanjutnya tinggal melancarkan operasi. perlu diketahui, jika modus operasi dari para agen sangat unik. Para agen hanya akan diberi pengertian mengenai target mereka, foto, data-data, dan segala macam hal yang berkaitan dengan target. Jika telah selesai dengan ini, mereka kemudian akan doberikan uang. Setelah mereka dierikan uang, misi harus dijalankan, DAN TIDAK BOLEH ADA KONTAK KEMBALI DENGAN ISRAEL. Israel hanya mengetahui jika dalam beberapa waktu kedepan, sang target akan segera ditemukan tewas, dan Israel bersih dari ini. Para agennya tidak akan menemukan satu orang dalam Israel jika menemukan satu kendala pun dalam menjalankan misi. GAGAL bukanlah opsi dalam Mossad. Jika misi telah selesai, mereka bebas menikmati kehidupannya seperti sedia kala, mereka bebas pindah ke Amerika atau kemana saja dengan uang sisa yang telah diberikan pada awalnya.
Dalam suatu aksi yang saya baca, pada tahun 1973, pernah para agen Mossad melakukan suatu kesalahan, mereka tidak sengaja membunuh Ahmed Bouchiki yang dikira adalah Ali Hassan Salameh, mereka kemudian memburu Salameh yang ternyata berada di suatu hotel. Bom pun dirancang, dan berhasil disusupkan dalam kamar hotel Salameh sebelum Salameh tiba di hotel, sayangnya begitu detonator diaktifkan, bom tidak meledak. Salah satu anggota tim pun langsung mengambil dua batang dinamit dan langsung menuju sendirian ke kamar Salameh sambil berkata, "demi negaraku, jika bom itu tidak dapat melenyapkan Ali Hassan Salameh, maka dengan kedua tangankulah akan kulenyapkan dia". Dia pun akhirnya berhasil melenyapkan Ali Hassan Salemeh dengan kedua tangannya sendiri. Itulah kisah yang dapat menggambarkan bagaimana hebatnya para agen rahasia Mossad ini.
Eli Cohen
Eli Cohen (26 Desember 1924 – 18 Mei 1965) adalah seorang agen rahasia Mossad, Israel dan diangggap sebagai salah satu mata-mata paling sukses setelah perang dunia II. Lahir di Mesir, ia ikut serta dalam setiap aktivitas pro Israel di Mesir selama tahun 1950-an, seperti dalam Operasi Goshen meskipun pemerintah Mesir tidak pernah dapat membuktikannya. Ia direkrut Mossad pada tahun 1960 dan diberi identitas palsu sebagai orang Syria yang kembali pulang setelah lama hidup di Argentina. Untuk memperkuat penyamarannya ini, ia bahkan pindah ke Argentina pada tahun 1961.
Kemudian ia pindah ke Damaskus, Syria dengan nama alias Kamel Amin Tsa'abet (nama panggilannya Sa'bet atau Tha'bet). Cohen berhasil memperoleh kepercayaan dikalangan pejabat militer syria dan juga pejabat pemerintahan. Secara berkala ia mengirim informasi intelijen ke Israel lewat radio, surat rahasia dan kadangkala pada saat ia berkunjung ke Israel. Informasi yang sangat berharga yang berhasil ia kirimkan ke Israel pada tahun 1964 adalah data tentang kubu pertahanan Syria di dataran tinggi Golan.
Akhirnya pada bulan Januari 1965, seorang ahli dari Uni Soyvet yang disewa oleh dinas intelijen Syria berhasil menyadap pesan yang sedang dikirimkan Cohen ke Israel. Setelah dihadapkan ke pengadilan, ia diputuskan bersalah terlibat mata-mata dan dijatuhi hukuman mati. Banyak kepala negara barat (Perancis, Belgia, Kanada) yang meminta pemerintah Syria untuk memperingan hukumannya bahkan Paus Paulus VI ikut bersuara, tetapi ia tetap digantung oleh pemerintah Syria pada tanggal 18 Mei 1965. Sampai dengan hari ini, Syria yang merasa sangat kecolongan, tetap menolak memulangkan jenazah Cohen untuk dimakamkan di Israel.
Kisah Sukses Cohen
Selama dalam penyamaran, Cohen berteman baik dengan banyak jenderal terkemuka di Syria termasuk Amin Hafiz. Setelah Hafiz menjadi Perdana Menteri, ia bahkan termasuk salah satu kandidat untuk menempati posisi sebagai wakil Menteri Pertahanan Syria. Banyak pihak mengklaim (meskipun sulit dibuktikan kebenarannya) bahwa Cohen-lah yang menyarankan untuk menanam pohon eucalyptus disekitar bunker militer dan tempat-tempat mortir di dataran tinggi Golan yang mengarahkan moncongnya ke Israel. Ia berpendapat bahwa dengan ditanamnya pepohonan ini akan memberi kamuflase alami yang sempurna agar tidak terdeteksi oleh Israel, juga untuk melindungi tentara dari cuaca panas digurun. Setelah sarannya disetujui oleh militer Syria, ia segera memberikan informasi tersebut ke dinas intelijen Israel. Selama Perang Enam Hari, informasi berharga ini digunakan oleh Angkatan Udara Israel (IAF) yang dengan mudahnya menghancurkan sebagian besar bunker Syria yang terlindung dibalik pepohonan. Pepohonan eucalyptus ini sampai sekarang masih terlihat di dataran tinggi golan dan menjadi saksi bisu sejarah kekalahan Syria.
Cohen juga mendapat informasi tentang rencana rahasia Syria membuat bunker pertahanan berlapis tiga untuk mengelabui militer Israel yang pasti menyangka hanya ada sebuah saja.
Selama di Syria, Cohen banyak memperoleh dan mengumpulkan informasi tentang pilot-pilot pesawat tempur Angkatan Udara Syria. Termasuk nama asli mereka, nama alias beserta keluarganya. Banyak pihak mengatakan bahwa informasi dari Cohen inilah yang digunakan oleh Mossad selama Perang Enam Hari ketika ada dua buah jet tempur Syria yang akan membom Tel Aviv. Ketika kedua jet ini sampai pada sasarannya, Mossad memperingatkan mereka melalui gelombang radio bahwa mereka mengetahui identitas para pilot tersebut, beserta keluarganya dan jika mereka tetap membom, keluarganya akan dibunuh. Para pilot begitu terkejut sekaligus ketakutan yang akhirnya menjatuhkan bom-bomnya ke laut dan kembali ke pangkalan dengan mengatakan target telah dibom.
Menurut keterangan saudara sekaligus temannya sesama agen Mossad, Maurice Cohen, Eli Cohen hanya tinggal tiga langkah lagi menjadi Presiden Syria pada saat terbongkarnya kegiatan mata-mata yang ia lakukan.
Permintaan dari pihak keluarga agar jenazah Cohen dikembalikan ke Israel ditolak mentah-mentah oleh pemerintah Syria (Mei 2006). Pada bulan Februari 2007, pejabat turki mengkonfirmasikan bahwa pemerintahnya siap menjadi mediator untuk pengembalian jenazah Cohen.
Eli Cohen menjadi Pahlawan Nasional di Israel karena berkat infonya Israel meraih kemenangan telak dalam Perang Enam Hari tahun 1967.

from : unic77.com

Sabtu, 06 Februari 2010

SEJARAH SINGKAT PERJALANAN TEAM HIJAU PSS MENUJU SEPAKBOLA NASIONAL

Sudah lama dan berpanjang lebar orang membicarakan bagaimana sebuah permainan sepakbola bisa baik, berkualitas tinggi. Bahkan, dalam konteks nasional, Indonesia pernah kebingungan mencari jawaban itu. Berbagai pelatih atau instruktur didatangkan dari Brasil, Jerman, Belanda dan sebagainya. Namun, toh sepakbola Indonesia tak pernah memuaskan, bahkan tekesan mengalami kemunduran. Dari pengalaman upaya Tim Nasional Indonesia untuk membangun sebuah permainan sepakbola yang baik itu, sebenarnya ada kesimpulan yang bisa diambil. Kesimpulan itu adalah, selama ini Indonesia hanya mencoba mengkarbit kemampuan sepakbolanya dengan mendatangkan pelatih berkelas dari luar negeri. Indonesia tidak pernah membangun kultur atau budaya sepakbola secara baik. Dengan kata lain, upaya PSSI selama ini lebih membuat produk instan daripada membangun kultur dimaksud. Pelatih berkualitas, teori dan teknik sebenarnya bukan barang sulit untuk dimiliki. Elemen-elemen itu ada dalam textbook, atau bahkan sudah di luar kepala seiring dengan meluasnya popularitas sepakbola. Indonesia termasuk gudangnya komentator. Bahkan, seorang abang becak pun bisa berbicara tentang sepakbola secara teoritis dan analitis. Sebab itu, seperti halnya sebuah kehidupan, sepakbola membutuhkan kultur. Artinya, sepakbola harus menjadi kebiasaan atau tradisi yang melibatkan daya upaya, hasrat jiwa, interaksi berbagai unsur dan berproses secara wajar dan jujur, bertahap dan hidup. Untuk membangun kultur sepakbola itu, jawaban terbaik adalah membangun kompetisi yang baik pula. Lewat kompetisi, tradisi sepakbola lengkap dengan segala elemennya akan berproses dan berkembang ke arah yang lebih baik. Akan lebih baik lagi kompetisi itu terbangun sejak pelakunya masih kecil, tanpa rekayasa dan manipulasi. Pada gilirannya, tradisi itu akan melahirkan sebuah permainan indah dan berkualitas, serta memiliki bentuk dan ciri khasnya tersendiri. Itu sebabnya, kenapa sepakbola Brasil, Belanda, Inggris, Jerman dan Italia tidak hanya berkualitas, tapi juga punya gaya khasnya sendiri- sendiri. Dalam konteks kecil dan lokal, Persatuan Sepakbola Sleman (PSS), sadar atau tidak, sebenarnya telah membangun sebuah kultur sepakbolanya melalui kompetisi lokal yang rutin, disiplin dan bergairah. Berdiri tahun 1976, PSS termasuk perserikatan yang muda jika dibandingkan dengan PSIM Yogyakarta, Persis Solo, Persib Bandung, Persebaya Surabaya, PSM Makassar, PSMS Medan, Persija dan lainnya. Namun, meski muda, PSS mampu membangun kompetisi sepakbola secara disiplin, rutin dan ketat sejak pertengahan tahun 1980-an. Kompetisi itu tak bernah terhenti sampai saat ini. Sebuah konsistensi yang luar biasa. Bahkan, kompetisi lokal PSS kini dinilai terbaik dan paling konsisten di Indonesia. Apalagi, kompetisi yang dijalankan melibatkan semua divisi, baik divisi utama, divisi I maupun divisi II. Bahkan, pernah PSS juga menggelar kompetisi divisi IIA. Maka, tak pelak lagi, PSS kemudian memiliki sebuah kultur sepakbola yang baik. Minimal, di Sleman telah terbangun sebuah tradisi sepakbola yang meluas dan mengakar dari segala kelas. Pada gilirannya, tak menutup kemungkinan jika suatu saat PSS mampu menyuguhkan permainan fenomenal dan khas. Ini prestasi luar biasa bagi sebuah kota kecil yang berada di bawah bayang-bayang Yogyakarta ini. Di Sleman tak ada sponsor besar, atau perusahaan-perusahaan raksasa yang bisa dimanfaatkan donasinya untuk mengembangkan sepakbola. Kompetisi itu lebih berawal dari kecintaan sepakbola, tekad, hasrat, motivasi dan kemauan yang tinggi. Semangat seluruh unsur #penonton, pemain, pelatih, pengurus dan pembina #terlihat begitu tinggi. Meski belum optimal, PSS akhirnya menuai hasil dari tradisi sepakbola mereka. Setidaknya, PSS sudah melahirkan pemain nasional Seto Nurdiantoro. Sebuah prestasi langka bagi DIY. Terakhir, pemain nasional dari DIY adalah kiper Siswadi Gancis. Itupun ia menjadi cadangan Hermansyah. Yang lebih memuaskan, pada kompetisi tahun 1999/2000, PSS berhasil masuk jajaran elit Divisi Utama Liga Indonesia (LI). Perjalanan PSS yang membanggakan itu bukan hal yang mudah. Meski lambat, perjalanan itu terlihat mantap dan meyakinkan. Sebelumnya, pada kompetisi tahun 1990-an, PSS masih berada di Divisi II. Tapi, secara perlahan PSS bergerak dengan mantap. Pada kompetisi tahun 1995/96, tim ini berhasil masuk Divisi I, setelah melewati perjuangan berat di kompetisi-kompetisi sebelumnya. Dengan kata lain, PSS mengorbit di Divisi Utama LI bukan karena karbitan. Ia melewatinya dengan proses panjang. Kasus PSS menjadi contoh betapa sebuah kulturisasi sepakbola akan lebih menghasilkan prestasi yang mantap daripada produk instan yang mengandalkan ketebalan duit. Dan memang benar, setelah bertanding di kompetisi Divisi Utama, PSS bukanlah pendatang baru yang mudah dijadikan bulan- bulanan oleh tim-tim elit. Padahal, di Divisi Utama, PSS tetap menyertakan pemain produk kompetisi lokalnya. Mereka adalah M Iksan, Slamet Riyadi, Anshori, Fajar Listiantoro dan M Muslih. Bahkan, M Ikhsan, Slamet Riyadi dan Anshori merupakan pemain berpengaruh dalam tim. Pada penampilan perdananya, PSS langsung mengagetkan insan sepakbola Indonesia. Di luar dugaan, PSS menundukkan tim elit bergelimang uang, Pelita Solo 2-1. Bahkan, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono sendiri yang saat itu berada di Brunei Darussalam dalam rangka promosi wisata juga kaget. Kepada Bupati Sleman Ibnu Subianto yang mengikutinya, Sri Sultan mengatakan, "Ing atase cah Sleman sing ireng-ireng biso ngalahke Pelita." Artinya, anak-anak Sleman yang hitam-hitam itu (analog orang desa) kok bisa mengalahkan tim elit Pelita Solo. Saat itu, Ibnu Subianto menjawab, "Biar hitam nggak apa- apa tho pak, karena bupatinya juga hitam." Ini sebuah gambaran betapa prestasi PSS memang mengagetkan. Bahkan, gubernur sendiri kaget oleh prestasi anak-anaknya. Akan lebih mengagetkan lagi, jika Sri Sultan tahu proses pertandingan itu. Sebelum menang, PSS sempat ketinggalan 0-1 lebih dulu. Hasil ini menunjukkan betapa permainan PSS memiliki kemampuan dan semangat tinggi, sehingga tak minder oleh tim elit dan tak putus asa hanya karena ketinggalan. Berikutnya, tim cukup tua Gelora Dewata menjadi korbannya. Bahkan, di klasemen sementara, PSS sempat bertengger di urutan pertama. Ketika tampil di kandang lawan, Malang United dan Barito Putra, PSS juga tak bermain cengeng. Bahkan, meski akhirnya kalah, PSS membuat tuan rumah selalu was-was. Sehingga, kekalahan itu tetap menjadi catatan mengesankan. Maka, tak heran debut PSS itu kemudian menjadi perhatian banyak orang. Hanya dalam sekejap, PSS sudah menjadi tim yang ditakuti, meski tanpa bintang. Pembinaan sepakbola ala PSS ini akan lebih tahan banting. Sebab itu, terlalu berlebihan jika menilai PSS bakal numpang lewat di Divisi Utama. Dengan memiliki tradisi sepakbola yang mantap dan mapan, tak menutup kemungkinan jika PSS akan memiliki kualitas sepakbola yang tinggi. Bahkan, bukan hal mustahil jika suatu saat PSS bisa juara LI. Apa yang terjadi di Sleman sebenarnya mirip dengan yang terjadi di Bandung dengan Persib-nya dan di Surabaya dengan Persebaya-nya. Di kedua kota itu, kompetisi lokal juga berjalan dengan baik, bahkan sepakbola antarkampung (tarkam) pun kelewat banyak. Maka tak heran jika sepakbola di Bandung dan Surabaya sangat tangguh dan memiliki ciri khas tersendiri. Oleh karena itu, jika tradisi sepakbola di Sleman bisa dipertahankan bahkan dikembangkan, tak menutup kemungkinan PSS akan memiliki nama besar seperti halnya Persib atau Persebaya. Semoga! VIVA PSS SLEMAN!! sumber : www.slemania.or.id , from testimonial posting by : "gondrong jawa".